Banyak anggapan jika legalitas sebuah radio dinilai dari eksistensi bahwa radio sudah mengudara. Padahal radio dinyatakan legal  bila sudah atau sedang melalui proses perizinan sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku sekarang.

Persoalan legalitas izin penyiaran diungkapkan oleh Yoni dari Asosiasi Radio Siaran Swasta Lokal Indonesia (ARSSLI) ketika mengujungi KPI Pusat dalam rangka silaturahmi dengan anggota KPI Pusat,Kamis, 10 Juni 2010.

Yoni menuturkan, ada anggapan bahwa radio-radio yang ada di bawah bendera ARSSLI merupakan radio gelap alias radio illegal. Anggapan ini dinilai membuat mereka menjadi bingung. Padahal sesuai dengan aturan UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran, semua radio di bawah naungan ARSSLI mengikuti tata cara perizinan yang diatur dalam UU tersebut.

“Malah semua radio yang ikut asosiasi kami sudah melalui proses Evalusi Dengar Pendapat (EDP) dan mendapatkan rekomendasi kelayakan dari KPI,” jelas Yoni.

Menanggapi keluhan ARSSLI, anggota KPI Pusat bidang Perizinan, Mochamad Riyanto menegaskan, batasan legal atau illegal suatu radio ada pada proses perizinannya. Jika radio tersebut tidak mengikuti proses yang sudah diatur dalam Undang-undang (UU) seperti EDP maka jelas dianggap illegal. “Meskipun radio tersebut sudah eksis. Jadi tidak usah risau. Yang penting ikuti saja aspek normatifnya,” ungkapnya.

Dukungan senada juga dinyatakan anggota KPI Pusat lainnya, Iswandi Syahputra. Menurutnya, radio-radio yang telah dan sedang melalui proses perizinan sudah masuk kategori radio legal karena sesuai dengan ketentuan hukum.

“Saya juga senang mendengar bahwa radio-radio yang ada dibawah naungan ARSSLI sudah mengikuti proses perizinan di KPI,” kata Iswandi yang juga mantan anggota KPID DIY.

Dalam pertemuan itu, turut dibahas soal lambannya jalan proses perizinan penyiaran di tingkat pusat. Menjawab ini, Ketua KPI Pusat, Dadang Rahmat Hidayat mengungkapkan jika sejumlah agenda yang menyibukan pemerintah serta masa demisioner menjadi alasan terjadinya kelambatan itu. “Proses Forum Rapat Bersama (FRB) jadi tidak berjalan dan kami sebenarnya ingin cepat memproses izin yang menumpuk tersebut,” jelasnya.

Mochamad Riyanto menambahkan, KPI berupaya meminta kepada pemerintah untuk mempercepat pelayanan perizinan. Saat ini, jika dihitung-hitung jalannya proses perizinan hingga masuk tahap pemberian izin tetap bisa mencapai tiga tahun. “Persoalan ini mesti jadi masukan pada pemerintah,” tegasnya.

Pertemuan antara KPI Pusat dengan ARSSLI juga dihadiri anggota KPI Pusat lainnya yakni Nina Mutmainnah, Ezki Suyanto, Judhariksawan, Azimah Soebagyo, dan Idy Muzzayad. Red/RG

sumber berita : http://www.kpi.go.id/?etats=detail&nid=2020

0 comments:

Post a Comment

 
Top